Karakteristik Kitab, Metode Proses Tahqiq dan Takhrij

Muqaddimah Tahqiq: Karakteristik Naskah Kitab, Metode yang digunakan dalam Proses Tahqiq dan Takhrij.

Karakteristik Naskah Kitab:
Dalam proses tahqiq kitab ini, saya berpegangan pada dua naskah: yang pertama, berada di Dar al-Kutub [1] yang berada dalam kumpulan-kumpulan berseri nomor-35 Majami', Thal'at. Juga kitab-kitab dengan tulisan murid as-Suyuthi, Muhammad bin Ali ad-Dawawi, th. 945 H. dan memberinya judul al-Luma' fi Asbab al-Hadits. Kemudian disebutkan di akhir tulisannya:

"Akhir dari apa yang terdapat dari tulisan penyusun. Sesungguhnya dalam tekadnya hendak dijadikan sebuah karya yang menyeluruh. Akan tetapi maut telah menjemput. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali milik Allah. Dan ditulis dengan tulisan muridnya Muhammad bin Ali ad-Dawawi."

Tertuang dalam 38 halaman, dengan panjang halaman 26,5 cm, lebar 18 cm. terdiri dari 27 baris. Rata-rata jumlah kata dalam satu baris adalah 17 kata. Di depan naskah tertulis 'hak milik Haji Ibrahim Pasya, dan al-Wali al-Qadhi Muhammad Ni'matallah Luthfillah, dan Jamal Barakat Abdu al-Hafizh'.

Karena naskah tidak bermasalah dan tulisannya jelas, juga karena mudah untuk ditelaah serta kedekatannya dengan masa penulis, maka saya menjadikannya sebagai sumber asli.

Sedangkan naskah yang kedua: dia masih berupa naskah (tulisan dalam lembaran-lembaran), tersimpan di al-Maktabah al-Azhariyah (Perpustakaan al-Azhar) yang tergabung dalam satu kumpulan yang sudah dijilid dengan pena biasa dan di sana terdapat bekas-bekas udara yang lembab juga jamur—garisnya berbeda-beda. Lebar kertas 21 cm dengan jumlah 30 kertas, dengan nomor seri 56 Majami' 1115. [2]

Di sana tertulis "Waqaf Atas Ruwaq al-Atrak" [3] dan di atasnya terdapat stempel al-KutuBukhanah al-Azhariyah. Di sana terdapat beberapa kerancuan pada sebagian halaman-haiamannya karena kesalahan penyalin. Karena tidak diketahui siapa penyalinnya, juga adanya bekas-bekas kelembaban udara dan jamur, serta kerancuan pada sebagian halaman-haiamannya, maka saya jadikan ia sebagai sumber kedua.

Metode dalam Proses Tahqiq:
1. Saya berusaha semaksimal mungkin untuk menjaga nash pada naskah. Ini apabila perubahan ada pada selain hadits. Sedangkan apabila ia adalah hadits, maka jika saya mendapatinya ada sedikit perubahan, seperti adanya tambahan pada lafazh atau ada pengurangannya dan lain sebagainya, maka saya membetulkannya atau meluruskan nash-nya. Lalu saya beri tanda apa yang telah saya lakukan pada catatan kaki, hal tersebut berdasarkan kontak saya dengan naskah.

Namun, apabila saya mendapati perubahan yang besar, seperti yang tidak mungkin dibetulkan karena banyaknya kekacauan atau kesalahan pada huruf-hurufnya, maka saya menyalin riwayat Syaikh dengan riwayat dari segi maknanya saja, dan saya biarkan nash seperti apa adanya, hanya saja saya memberikan peringatan atau catatan tentang itu dan menuliskan nash yang benar dengan sumber dari kitab-kitab sunnah dan riwayat-riwayat hadits. [4]

2. Saya keluarkan semua apa yang ada dalam kitab dari hadits-hadits serta sebab-sebabnya dengan takhrij yang detail dan terperinci, dimana saya sebutkan tempat-tempat setiap hadits dan saya tunjukkan. Baik itu merupakan hadits yang telah disepakati lafazhnya atau yang diperselisihkan, atau juga yang mengandung maknanya saja. Lalu apabila saya mendapat tambahan pada salah satu jalan, maka saya memberinya tanda dan menyebutkannya sendiri.

3. Saya berusaha menyempurnakan kekurangan yang ada pada naskah ketika disebutkan sebab sementara tidak disebutkan aslinya -sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya pada hadits nomor 6 dan 8-maka saya membetulkan nash tersebut setelah mencarinya pada kitab-kitab hadits sebagaimana yang saya yakini, kemudian saya memberi cacatan pada catatan kaki.

4. Saya memberi nomor pada hadits-hadits dengan dua penomoran. Penomoran umum dan penomoran khusus, sehingga mudah bagi saya untuk mendapatkannya pada saat dibutuhkan.

5. Saya memberi penjelasan pada lafazh-lafazh asing yang terdapat pada sebagian riwayat-riwayatnya. Sebagaimana dalam hadits nomor 94 mengenai hadits Ummu Zar'i dengan berdasarkan pada kitab-kitab bahasa dan kitab-kitab Gharib al-Hadits (kitab-kitab yang membahas tentang istilah-istilah asing pada hadits).

6. Saya mencoba menyerasikan hadits-hadits atau sebab-sebabnya yang dari segi zhahirnya membingungkan karena adanya pertentangan. Baik dengan cara menyatukan, mereduksinya, atau dengan tarjih salah satunya. Hal tersebut sebagaimana yang terjadi pada hadits nomor 78.

7. Saya merujuk nash-nash yang ada disebutkan dalam mukaddimah ke sumber referensinya yang asli, sehingga mempermudah saya dalam membetulkan nash dan merapikannya.

8. Apabila hadits dan sebabnya tidak dari kitab yang terkenal, kemudian Imam as-Suyuthi menyebutkan sanadnya, maka akan saya teliti lagi dari segi sanad, kemudian saya telaah dan saya terangkan keadaannya.

9. Saya memperkenalkan para tokoh-tokoh yang ada disebutkan dalam tesis ini dari buku-buku tokoh dan sejarah. Dengan tidak memperkenalkan para shabahat karena Allah dan Rasul-Nya telah mengikrarkan keadilan mereka (dalam sebuah ayat yang artinya): "Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan mereka pun ridha kepada Allah, Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar." (QS. at-Taubah [9]: 100)

10. Saya berusaha meneliti kebenaran nama-nama serta julukan-julukan orang yang disebutkan dalam kitab dengan berdasar pada buku-buku nasab-nasab dan tokoh-tokoh.

Metode dalam Takhrij:
Saya telah mengikuti kurikulum baru dalam takhrij, yaitu tidak hanya cukup sebatas menyebutkan kitabnya saja, akan tetapi juga saya terangkan nama buku, bab, juz, serta halaman. Kemudian apabila hadits at-Timidzi, maka saya sertakan pula pendapat at-Tirmidzi mengenai hal tersebut, juga komentarnya pada derajat hadits, dan hal tersebut untuk menunaikan hak yang merupakan salah satu keistimewaan at-Tirmidzi. Apabila hadits dari al-Hakim maka saya tidak cukup menyebutkan pendapat al-Hakim saja mengenai hal tersebut. Akan tetapi saya sertakan perkataan adz-Dzahabi dan pendapatnya dalam sebagian besar hadits. Karena sudah diketahui bersama oleh para ahli hadits bahwa al-Hakim mempunyai langkah yang luas dalam syarat ash-Shahih dan sangat gampang dalam memberikan penilaian dengannya.

Apabila terdapat perbedaan dalam sebuah lafazh maka saya akan menelitinya. Apabila perbedaan tersebut hanya sedikit dimana tidak akan terlihat oleh seorang peneliti kecuali seorang peneliti yang jeli, maka saya katakan: dikeluarkan dengan lafazh yang hampir serupa. Dan hal tersebut sebagaimana yang terdapat pada hadits 35, yaitu: Rasulullah saw, bersabda: "Satu shalat di masjidku ini lebih utama daripada seribu shalat di masjid lainnya kecuali Masjidil Haram." Sedang hadits yang hampir serupa dengannya dari segi lafazh adalah yang saya sebutkan: "Satu shalat di masjidku ini adalah lebih baik daripada seribu shalat di masjid yang lainnya selain Masjid Haram.

Namun, apabila perbedaan dalam lafazhnya besar, dimana dapat dilihat oleh seorang peneliti dari pertama kali melihat tanpa perlu kejelian, maka saya katakan: "Dengan lafazh yang berbeda-beda." Hal itu seperti yang terdapat pada hadits nomor 32, di sana disebutkan: “Janganlah kalian mendahului (bulan Ramadhan) dengan puasa satu atau dua hari.' Sementara hadits lain yang berbeda dengannya dari segi lafazh yaitu yang saya keluarkan dari kitab Ibnu Majah, 'Janganlah kalian mendahului Puasa Ramadhan dengan satu atau dua hari kecuali bagi orang yang biasa puasa maka puasalah.,,,

Apabila hadits-hadits yang disebutkan tidak ada kesamaan dalam lafazhnya maka saya katakan: "Saya keluarkan dalam maknanya. Hal tersebut seperti sabda Rasulullah saw: 'Janganlah kalian duduk di atas kuburan." Dengan hadits yang ada di kitab Ibnu Majah dari Abu Hurairah, "Apabila seorang dari kalian duduk di atas bara yang membakarnya, itu lebih baik baginya daripada duduk di atas kuburan."

Yang semua itu dengan keterangan bahwa hadits tersebut sudah disebutkan secara sempurna atau hanya sebagiannya saja.

Saya telah melakukan usaha dalam proses takhrij dan banyak memberinya perhatian, terlebih pada buku-buku yang berupa manuskrip dan kitab-kitab sejarah dimana saya banyak merujuk kembali kepada keduanya, untuk mengeluarkan hadits dan untuk membetulkan nash-nya, dengan tidak cukup dengan perkataan Imam as-Suyuthi, "Dikeluarkan oleh Fulan." Seperti Ibnu 'Asakir, misalnya, dan Tarikh Baghdad, saya pun telah merujuk kepada keduanya untuk mengeluarkan hadits-hadits yang khusus dalam tesis ini.

Saya telah mendapatkan sebagian dari naskah-manuskrip dan sebagian lagi tidak dapat saya temukan dikarenakan kurangnya salinan-salinan yang ada. Untuk mengeluarkan hadits: Diberkahi untuk umatku pada waktu pagi-paginya." Saya perlu membaca sepuluh jilid pertama dari Tarikh Baghdad, hingga sampailah saya pada sebab yang disebutkan oleh as-Suyuthi.

___________________

1. Periksa daftar manuskrip Mushthalah Hadits (1/283), cet. Dar el-Kutub al-Mashriyah.

2. Daftar pustakan Perpustakaan al-Azhar asy-Syarif (1/587), ilmu hadits.

3. 'Wakaf untuk Ruwaq al-Atrak'. Ruwaq adalah pondokan yang disediakan oleh al-Azhar untuk para pelajar pada masa dahulu. Al-Atrak: dari bangsa atau keturunan Turki Utsmani. (pen.)

4. Sebagaimana dalam hadits nomor 72.

0 Response to "Karakteristik Kitab, Metode Proses Tahqiq dan Takhrij"

Posting Komentar