Tentang

Tentang Asbababul Wurud Hadits (Tahqiq dan Takhrij) - Imam Suyuthi

Cover Kitab

الكتاب: اللمع في أسباب ورود الحديث
المؤلف: عبد الرحمن بن أبي بكر، جلال الدين السيوطي (المتوفى: 911هـ)
بإشراف: مكتب البحوث والدراسات في دار الفكر للطباعة والنشر والتوزيع
الطبعة: الأولى، 1416 هـ / 1996 م


Judul Terjemah:
Asbabul Wurud Hadits, Tahqiq dan Takhrij
Imam Suyuthi – DR. Yahya Ismail

Sekapur Sirih
Segala puji milik Allah Tuhan langit dan bumi beserta orang-orang yang ada di dalamnya, dan Dia-lah Tuhan Arsy Yang Agung. Yang mengetahui segala sesuatu yang dilakukan oleh setiap jiwa, Dia-lah Yang Maha mendengar lagi Maha mengetahui. Kita memuji-Nya dan meminta pertolongan serta meminta petunjuk kepada-Nya. Kita menyembah-Nya dan tidak mengingkarinya. Kita meninggalkan dan mengabaikan siapa yang mendurhakai-Nya. Kita mengharap rahmat-Nya dan takut pada adzab-Nya. Karena sesungguhnya adzab-Nya benar-benar akan datang kepada orang-orang kafir.

Kita persembahkan shalawat dan salam kepada makhluk Allah yang paling mulia, tuan dari para nabi-nabi dan para rasul-Nya, Nabi Muhammad saw. Serta kepada keluarga dan para shahabatnya, juga orang-orang yang mengikuti jalannya hingga Hari Kiamat.

Selanjutnya...

Sesungguhnya kenikmatan yang paling besar yang telah Allah karuniakan kepada saya adalah ketika Dia memudahkan saya—dengan memberi kemauan dan keinginan kuat yang ada pada diri saya—dalam rangka merunutkan para ahli hadits, setelah sekian lamanya hati ini tertarik dengan hal tersebut dan dengan orang-orang yang terdahulu dari para ahli hadits. Dimana pada mereka terdapat kebenaran dan kejujuran yang mereka hidup untuk itu, juga ketelitian dimana mereka telah tumbuh di atas itu. serta keikhlasan yang menyerabutkan tujuan mereka dari kerendahan jiwa dan kehinaan hati. Perilaku yang mantap bagi setiap orang yang memiliki pandangan tajam dalam mencari kebenaran dan berusaha menegakkannya. Kemudian mereka mengajarkan kepada seluruh dunia bagaimana dapat mencapai ketepatan yang proporsional serta keteguhan.

Kami mewarisi kemulian dari nenek moyang kejujuran

Kami telah berbuat buruk di rumah mereka

Apabila keberhasilan adalah keluhuran maka aku bertawakkal atas itu

Dan sesuatu yang buruk hampir menghilang.

Sesungguhnya saya benar-benar memuji Allah yang telah menjaga kemauan yang kuat itu untuk saya. Sehingga kemauan itu tidak terpengaruh oleh pikiran-pikiran yang menyimpang serta buruknya akhlak orang-orang yang mencari makan dari sana. Orang-orang yang menyeleweng dari warisan Muhammmad saw dengan berbagai perbuatan mereka yang tercela. Maka saya tidak terpengaruh apa-apa dari perbuatan-perbuatan itu, selain bertambahnya kehati-hatian saya dari hal itu. Semoga Tuhan membantu saya -dengan kemurnian niat saya- dengan kemuliaan wajah-Nya, agar saya terhindar dari keburukan orang-orang yang tercela.

Mungkin merupakan tanda-tanda terkabulnya hal ini kepada Allah, Dia menakdirkan seorang guru yang sekaligus saudara bagi saya untuk berjalan bersama saya, ketika telapak kaki orang-orang yang berjalan telah menjadi tumpul, serta menunjukkan kepada saya apa yang para syaikh-syaikh -yaitu para syaikh dari zaman kita- pun tidak mampu untuk menemukannya. Kemudian saya pun melihat keikhlasan orang-orang terdahulu di sana, serta keluhuran niat dan kerendahan hati mereka demi menjaga semua kemanfataan.

Terima kasih saya kepada saudara saya, Syaikh DR. Sayid Nub. al-Fadhal yang telah menunjukkan tema ini kepada saya, serta andil beliau yang besar -dengan kesibukan beliau yang banyak- dalam menyelesaikannya, semoga Allah memberinya balasan yang baik, sebagaimana balasan jasa seorang saudara dari saudaranya dan seorang syaikh dari orang yang menimba ilmu kepadanya.

Telah terjadi apa yang dikehendaki oleh Allah pada riset ini, yang merupakan kecerobohan dan keaniayaan yang dengannya pula terbuktilah runtutan masalahnya kepada pelakunya. Maka ketika sedang didiskusikan dan memang merupakan nasib saya dengan haknya oleh Panitia Pembanding, ia pun dicuri oleh tangan pendosa nan aniaya, kemudian ia mengambil serta membelanjainya dengan tanpa izin dan keridhaan sebagaimana nafkah seorang jagal pada sembelihannya yang dari belakang itu semua ia bertujuan mendapatkan keuntungan yang haram. Sampai saya dikejutkan dengannya yang memenuhi pasar-pasar dengan segala aib dan kekurangan. Sehingga hal itu mendorong saya untuk segera memperbaikinya dan menuntut keadilan atas penerbit si pencuri, yaitu "Dar Kutub al-'Ilmiyah" Lebanon. Setelah terjadi hal yang buruk antara saya dan hak saya, karena buruknya keadaan umat yang terkoyak sehingga memotivasi kemunculan akhlak yang tercela dan menyalakannya.

Pembahasan mengenai Sebab-Sebab Keluarnya Hadits, merupakan salah satu dari pokok-pokok bahasan dari ilmu hadits yang berkaitan dengan matan. Ia juga merupakan salah satu jenis dari ilmu hadits yang khusus membahas dirayah, yang mencakup sanad dan matan, dimana ia didefinisikan sebagai: ilmu yang mempelajari tentang hakikat kebenaran sebuah riwayat, syarat-syaratnya, jenis-jenisnya, hukum-hukumnya, juga keadaan perawi beserta syarat-syarat mereka, dan klasifikasi yang telah diriwayatkan dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. [1]

Meski dengan ketertinggalan pembahasan ini dari perhatian, sesungguhnya peranannya terlihat karena ia merupakan salah satu dalil dari dalil-dalil dalam proses tar'jih dari salah satu hadits ketika muncul pertentangan dalam prinsip pandang dari dua hadits yang sama-sama kuat dan sama dalam derajatnya -ditambah lagi dengan faedah-faedahnya yang akan diterangkan dalam salah satu pembahasan dari tesis ini-. Sementara Tarjih adalah: memperlihatkan kelebihan salah satu dari dua hal yang serupa namun bertentangan atas yang lain, dimana tidak dapat dijadikan sebagai hujjah apabila hanya sendiri. [2]

Ia juga didefinisikan: adanya salah satu dari dua hal yang bisa untuk dijadikan sebagai dalil yang diperlukan, dengan pertentangan di antara keduanya yang pengamalan salah satunya, mengharuskan penafikan pada salah satunya lagi. [3]

Dikatakan pula bahwa mengamalkan dalil yang lebih kuat dan benar (rajih) merupakan hal yang wajib, hal tersebut ditunjukkan dari apa yang telah dinukil dan diketahui dari ijma' (kesepakatan) para shahabat dan orang-orang terdahulu dalam berbagai kejadian yang berbeda-beda. Seperti diutamakannya khabar dari 'Aisyah. Dalam masalah 'pertemuan dua khitan' atas khabar dari Abu Hurairah dalam sabda Rasulullah saw, "Sesungguhnya air dari air." Dengan apa yang telah diriwayatkan oleh 'Aisyah dari Rasulullah saw bahwa beliau memasuki pagi hari dalam keadaan junub sementara beliau sedang berpuasa, atas apa yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa memasuki waktu pagi dalam keadaan junub maka dia tidak mendapatkan puasanya." Karena 'Aisyah adalah orang yang paling mengetahui keadaan Nabi saw. [4]

Keputusan akhir melakukan tarjih pada sanad dan matan merupakan suatu kelaziman bagi para ahli fikih dan hadits, dan mengetahui sebab dari keluarnya hadits merupakan salah satu petunjuk untuk melakukan tarjih bagi mereka.

Disebutkan dalam kitab Ihkam al-Ahkam karya al-Amadi mengenai pertentangan yang terjadi di antara dua khabar yang kedua-duanya bersifat dzaniy:

Bahwa proses tarjih di antara keduanya bisa dikembalikan pada sanad, bisa dikembalikan ke matan, ada pula yang dikembalikan ke madlul dan bisa juga dikembalikan kepada hal lain di luar dari itu.

Sementara yang dikembalikan ke sanad, ada yang kembali kepada perawi, kepada riwayat itu sendiri, ada pula yang kembali kepada marwi dan ada yang dikembalikan kepada marwi 'anhu.

Untuk tarjih yang kembali kepada perawi, ada yang dikembalikan kepada pribadi perawi dan ada pula yang dikembalikan kepada kesuciannya.

__________________

[1] Lihat Qawa'id fi 'Ulum al-Hadits (22). Sedangkan jenis kedua dari ilmu hadits adalah ilmu riwayah, yaitu ilmu hadits yang mempelajari tentang riwayat, dan telah didefinisikan: ia adalah ilmu yang dengannya diketahui perkataan-perkataan Rasulullah saw, perbuatan, dan keadaan beliau, serta periwayatannya dan kebenaran riwayat tersebut serta keterangan lafazhnya.

[2] Musallam ats-Tsubut (2/204).

[3] Al-Ahkam, karya al-Amadi (4/206).

[4] Lihat: Al-Ihkam fl Ushul al-Ahkam, karya al-Amadi (4/206), sementara hadits pertama mengenai pertemuan dua khitan dikeluarkan oleh Muslim dalam Shahihnya dari Abu Musa Kitab: Al-Haidh, Bab: Ma Yujib al-Ghush (Perkara-perkara yang Mewajibkan Mandi); Ahmad dalam al-Musnad dari 'Abdullah bin Rabah (6/265); at-Tirmidzi dalam as-Sunan, Kitab ath-Thaharah, Bab: Idzalltaqa al-Khitanani Wajaba al-Ghuslu (Apabila Kedua Hal yang Berkhitan Bertemu, Maka Telah Wajib Mandi, (1/180)). Sebagaimana yang dikeluarkan oleh asy-Syafi'i dalam al-Umm (1/31), dari Sa'id bin al-Musayyab dari hadits Abu Musa al-Asy'ari dan Ahmad dalam al-Musnad dari jalan 'Ali bin Zaid (6/47, 97, 112, 135), dan dalam sebagian jalannya disebutkan pertanyaan Abu Musa kepada 'Aisyah sebagaimana yang telah dikeluarkan oleh Muslim.

Lafazh Muslim dari Abu Musa, dia mengatakan: "Beberapa orang Muhajirin dan Anshar berselisih mengenai hal tersebut, maka orang-orang Anshar berkata: 'Tidak wajib mandi kecuali orang yang telah memasukkan atau mengeluarkan air.' Sementara kaum Muhajirin mengatakan: 'Akan tetapi, apabila telah bercampur maka telah wajib mandi.' Abu Burdah mengatakan bahwa Abu Musa berkata: 'Aku akan menyembuhkan kalian dari itu.' Maka aku berdiri dan kemudian meminta izin kepada 'Aisyah, dan aku pun diberi izin. Lalu aku berkata kepadanya: 'Wahai Ibu... -atau dia berkata- 'Wahai Ibunda kaum mukminin, sesungguhnya aku hendak bertanya kepadamu mengenai sesuatu, akan tetapi aku malu kepadamu.' Maka 'Aisyah berkata, 'Jangan malu untuk bertanya kepadaku mengenai sesuatu yang engkau pernah menanyakannya kepada ibumu yang melahirkanmu. Karena sesungguhnya aku adalah ibumu.' Lalu aku pun berkata: 'Apakah yang mewajibkan mandi?' Dia berkata: 'Engkau telah datang kepada ahlinya. Rasulullah saw bersabda: Apabila seseorang telah duduk di antara keempat kakinya dan satu khitan (kemaluan) telah menyentuh khitan (kemaluan) maka telah wajib mandi.'"

Sementara hadits yang kedua adalah, Sesungguhnya air adalah dari air. Muslim telah mengeluarkannya dalam Shahih-nya dari Abu Sa'id al-Khudn, pada kitab dan bab yang telah disebutkan (1/648), dia dan al-Bukhari juga mengeluarkan dari 'Utsman bin 'Affan dan Abu Ayyub dengan makna. Dari sini terlihat, bahwa hadits kedua yang terjaga adalah tidak sama dengan apa yang telah disebutkan oleh al-Amadi. Akan tetapi apa yang diriwayatkan adalah dari Abu Hurairah dalam ash-Shahih sementara yang lainnya sesuai dengan riwayat dari 'Aisyah. Telah disebutkan dalam ash-Shahihain dan Abu Dawud darinya, dia mengatakan bahwa Rasulullah saw bersabda: "Apabila seseorang telah duduk di antara empat cabangnya dan telah mengusahakannya maka telah wajib mandi baginya." Muslim menambahkan: "Meskipun belum keluar (mani)." Al-Bukhari menyebutkan dalam kitab al-Ghuslu (Mandi) bab: Idza tttaqa al-Khitanani (Apabila Dua Khitan Bertemu, (1/80)). Muslim dalam kitab dan bab yang telah disebutkan; Sunan Abu Dawud kitab ath-Thaharah bab al-Iksal (49); al-Mujataba milik an-Nasa'i kitab ath-Thaharah, bab: Wujubu al-Ghuslu Idza Iltaqa al-Khitanani (Telah Wajib Mandi Apabila Dua Khitan Telah Bertemu (1/92)).

At-Tirmidzi mengatakan setelah menyebutkan hadits ini: "Apabila khitan yang satu telah melintasi khitan yang lain, maka telah wajib mandi." Dan ini merupakan pendapat kebanyakan ahli ilmu dari para shahabat Rasulullah saw. Di antara mereka adalah, Abu Bakar, 'Umar, 'Utsman, 'Ali, 'Aisyah, dan para ahli fikih dari kalangan para Tabi'in dan orang-orang setelah mereka seperti Sufyan ats-Tsauri, asy-Syafi'i, Ahmad, dan Ishaq (1/183).

Abu Dawud mengeluarkan dari Ubay bin Ka'ab: fatwa yang mereka fatwakan bahwa air adalah dari air merupakan suatu keringanan yang diberikan oleh Rasulullah saw di masa awal-awal Islam, kemudian beliau menyuruh untuk mandi setelah itu (1/49).

Sementara hadits yang menyebutkan bahwa Rasulullah saw memasuki waktu pagi dalam keadaan junub dan beliau berpuasa, juga hadits yang meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa memasuki waktu pagi dalam keadaan junub maka tidak ada puasa baginya," keduanya diriwayatkan oleh al-Bukhari, Malik dan an-Nasai dari satu jalan dari hadits Abu Bakar bin 'Abdurrahman.

Dikeluarkan oleh al-Bukhari dalam kitab ash-Shaum, bab: Ash-Sha'im Yushbihu Junuban (Orang yang Berpuasa Memasuki Waktu Pagi Dalam Keadaan Junub (3/38)); Muslim dalam kitab ash-Shaum, bab: Shihhatu as-Shaumi man Thala'a 'Alaihi al-Fajr wa Huwa Junubun (Sahnya Puasa Orang yang Memasuki Waktu Fajar Dalam Keadaan Junub (2/16)); Malik dalam al-Muwaththa' kitab ash-Shiyam, bab: Shiyamu al-Junub (Puasa Orang Junub (2/290)). Sementara lafazhnya sebagaimana yang disebutkan dalam al-Muwaththa' dari Abu Bakar bin Abdurahman bin al-Harits bin Hisyam, dia mengatakan: "Ketika itu aku dan ayahku berada di kediaman Marwan bin al-Hakam dan dia adalah Gubernur Madinah, maka disebutkan kepadanya bahwa Abu Hurairah berkata: 'Barangsiapa memasuki pagi hari dalam keadaan junub, maka dia telah tidak berpuasa pada hari itu.' Maka Marwan berkata: "Aku bersumpah atas engkau, wahai Abu 'Abdurrahman supaya engkau benar-benar pergi kepada dua Ibunda kaum Mukminin, 'Aisyah dan Ummu Salamah, lalu engkau tanyakan kepada keduanya mengenai itu.' Lalu pergilah 'Abdurrahman dan aku pun juga pergi bersamanya hingga kami menemui 'Aisyah. Dia pun memberi salam kepada 'Aisyah kemudian berkata: 'Wahai Ibunda kaum mukminin, sesungguhnya kami berada di tempat Marwan bin al-Hakam, maka dikatakan kepadanya bahwa Abu Hurairah mengatakan bahwa barangsiapa memasuki waktu pagi dalam keadaan junub maka dia telah tidak berpuasa pada hari itu.' 'Aisyah berkata: 'Tidak seperti yang dikatakan oleh Abu Hurairah, wahai Abu 'Abdurrahman, apakah engkau membenci apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw?' 'Abdurrahman pun berkata: Tidak. Demi Allah!' Lalu 'Aisyah berkata: 'Aku bersaksi atas Rasulullah saw bahwa beliau pernah memasuki waktu pagi dalam keadaan junub karena jima', bukan karena mimpi, kemudian beliau berpuasa pada hari itu.'

Dia mengatakan: "Kemudian kami keluar lalu menemui Ummu Salamah, lalu dia menanyakan mengenai hal tersebut dan Ummu Salamah pun mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh 'Aisyah. Dia mengatakan: "Kami pun keluar lalu mendatangi Marwan bin al-Hakam dan 'Abdurrahman menyampaikan apa yang telah disampaikan keduanya, kemudian Marwan berkata: 'Aku bersumpah atasmu wahai Abu Muhammad, engkau benar-benar akan menunggangi binatang tungganganku yang berada di pintu, dan pergilah ke Abu Hurairah. Sesungguhnya dia berada di rumahnya di 'Aqiq dan sampaikanlah itu kepadanya.' Kemudian 'Abdurrahman menunggangi binatang tersebut dan aku mengendara bersamanya, hingga kami mendatangi Abu Hurairah. 'Abdurrahman pun bercakap-cakap dengannya beberapa saat kemudian dia meriwayatkan mengenai hal tersebut kepadanya. Maka Abu Hurairah berkata: 'Aku tidak mempunyai pengetahuan tentang itu." Telah dikeluarkan oleh Ahmad dalam al-Musnad bagian pertama dari hadits: 'Rasulullah saw memasuki waktu pagi dalam keadaan junub kemudian berpuasa,' (6/34, 36, 38, 67).

0 Response to "Tentang "

Posting Komentar