Bab Jenazah - Hadits ke: 21-28

Pembahasan tentang Asbabul Wurud hadits seputar Jenazah dan ini merupakan hadits yang ke 21-28

21. Ucapan Malaikat pada Lisan Bani Adam Mengenai Mayit Kebaikan dan Keburukannya
22. Mematahkan Tulang Mayit Seperti Mematahkannya ketika Masih Hidup
23. Yang Dianjurkan Ketika Mengkafani Jenazah
24. Lahd untuk Kita dan Syaq untuk Ahli Kitab
25. Hukum Duduk, Bertelakan, dan Buang Air di atas Kubur
26. Adzab Kubur
27. Hadits-hadits tentang Larangan Mencela Orang Mati
28. Pahala bagi Orang yang diambil Kedua Matanya oleh Allah



Hadits Ke-21
Ucapan Malaikat pada Lisan Bani Adam Mengenai Mayit Kebaikan dan Keburukannya

Diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, al-Muhamila di dalam majlis imla' al-Ashbahani, dan ad-Dailami dari jalurnya, dari Anas, ia berkata: "Rasulullah saw, bersabda:

إِنَّ لِلَّهِ مَلَائِكَةً في الأرض تَنْطِقُ عَلَى أَلْسِنَةِ بَنِي آدَمَ بِمَا فِي الْمَرْءِ مِنَ الْخَيْرِ وَالشَّرِّ

Sesungguhnya Allah memiliki malaikat di bumi yang berbicara melalui lisan bani Adam dengan hal-hal yang terdapat pada (diri seseorang dari) kebaikan dan keburukan.'

Sababul Wurud Hadits Ke-21:

Diriwayatkan oleh al-Hakim, dan ia menshahihkannya, al-Baihaqi dalam Syu'ab al-Iman, dari Anas ia berkata: "Aku pernah duduk bersama Nabi saw, lalu dibawa melewati beliau jenazah seseorang, Nabi bertanya: 'Jenazah siapakah itu?' Mereka (para shahabat) menjawab: 'Jenazah si fulan, semasa hidupnya ia mencintai Allah dan Rasul-Nya, melakukan amal ketaatan kepada Allah dan selalu bersegera dalam melakukannya.' Lalu Rasulullah saw berkata: 'Dikabulkan, dikabulkan, dikabulkan.' Lalu jenazah lain dibawa melewati beliau. Mereka (para shahabat) berkata: 'Jenazah si fulan al-fulan. Sewaktu hidupnya ia membenci Allah dan Rasul-Nya, melakukan amalan-amalan (kemaksiatan) kepada Allah dan bersemangat dalam melakukannya.' Lalu beliau bersabda: 'Dikabulkan, dikabulkan, dikabulkan.' Lalu mereka pun bertanya: 'Wahai Rasulullah, ucapanmu pada jenazah dan pujianmu atasnya! Pada jenazah pertama dipuji dengan kebaikan, sedang jenazah lainnya dicela dengan keburukan, lalu engkau berkata kepada keduanya: 'semoga dikabulkan, semoga dikabulkan, dan semoga dikabulkan?' Beliau berkata: 'Benar, wahai Abu Bakar, sesungguhnya Allah memiliki malaikat di bumi yang berbicara melalui lisan Bani Adam dengan hal-hal yang terdapat pada diri seseorang dari kebaikan dan keburukan.'"

Tahqiq ke 21

Hadits Ke-21:

Bagian dari hadits milik al-Hakim, lihat al-Mustadrak 1/377. Ia berkata: "Hadits ini berdasarkan atas syarat Muslim namun keduanya tidak meriwayatkannya," dan disepakati oleh adz-Dzahabi bahwa ia semata-mata atas syarat Muslim saja.

Sababul Wurud Hadits Ke-21:

Ø Lihat al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/377, dan lafazh hadits miliknya; Al-Hakim berkata, "Shahih berdasarkan atas kriteria Muslim namun keduanya tidak meriwayatkannya." Dan adz-Dzahabi mengomentarinya dengan mengatakan bahwa hadits tersebut hanya berdasar atas syarat Muslim saja;

Ø Dan diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunan al-Kubra 1/75.

Ø Dan aku berkata, "Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab: al-Janaiz, bab: Tsana'u an-Nas ala al-Mayyit (Pujian Manusia Atas Mayit, (2/121));

Ø Muslim dalam kitab: al-Janaiz, bab: Man Utsniya 'alaihi Khairun au Syarrun min an-Nas (Tentang Orang yang Dipuji dengan Kebaikan atau Keburukan, (2/614));

Ø Ibnu Majah dalam kitab: al-Janaiz, bab: Ma Ja'a fi ats-Tsana' ala al-Mayyit (Tentang Hadits Pujian kepada Mayit, (1/478)), dengan lafazh-lafazh yang saling berdekatan;

Ø Dan diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Abwab al-Janaiz bab: Ma Ja'a fi ats-Tsana' al-Hasan 'ala al-Mayyit (Tentang Hadits-hadits yang Menyebutkan Pujian Baik kepada Mayit, (2/261)). Abu Isa berkata, "Hadits Anas hasan shahih;"

Ø Dan an-Nasa'i dalam kitab: al-Janaiz, bab: ats-Tsana' min Hadits Abi al-Aswad (Pujian dari Hadits Abul Aswad, (4/42)), dengan lafazh-lafazh yang beragam.



Hadits Ke-22
Mematahkan Tulang Mayit Seperti Mematahkannya ketika Masih Hidup

Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Aisyah bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

«كَسْرُ عَظْمِ الْمَيِّتِ كَكَسْرِهِ حَيًّا»

"Memecahkan tulang mayit sama dengan memecahkannya di waktu hidupnya."

Sababul Wurud Hadits Ke-22:

Di dalam bagian hadits Ibn Mani', ia berkata: "Telah menceritakan kepada kami Mihriz bin Auf, telah menceritakan kepada kami al-Qasim bin Muhammad, dari Abdullah bin Aqll, dari Jabir, ia berkata: 'Kami pernah keluar mengiringi jenazah bersama Rasulullah saw, hingga ketika kami sampai di kuburan temyata kubur tersebut belum selesai digali. Lalu Nabi saw duduk di atas bibir kubur dan kami duduk bersamanya. Tiba-tiba penggali kubur mengeluarkan tulang betis atau tulang lengan atas, lalu beranjak hendak memecahkannya. Nabi saw bersabda: 'Jangan kalian pecahkan, karena engkau memecahkannya pada saat ia mati, tidak berbeda jika engkau memecahkannya di masa hidupnya. Akan tetapi pendamlah ia di sisi kubur.'"

Tahqiq ke 22

Hadits Ke-22

Hadits diatas diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab: al-Janaiz, bab: Fi al-Haffar Yajidu al-'Azhma, Hal Yatanakkabu Dzalika al-Makan (Penggali Kubur Mendapatkan Tulang, Apakah Ia Harus Berpindah dari Tempat Itu)? Dan juga diriwayatkan oleh Ahmad 6/58: 100: 264, yang hanya terkhusus untuk orang beriman. Ibnu Majah dalam kitab: al-Janaiz, bab: Fi an-Nahyi 'an Kasri Izhawi al-Mayyit (Larangan Memecahkan Tulang Mayit, (1/516)), dari haditsnya. Dan ia meriwayatkannya melalui jalur Ummu Salamah dengan tambahan lafazh pada dosa.

Sababul Wurud Hadits Ke-22:

Hadits tersebut rijalnya rijal hasan. Lihat biografi Ibnu Mani'.

Hadits Ke-23
Yang Dianjurkan Ketika Mengkafani Jenazah

Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Qatadah ia berkata: "Rasulullah saw bersabda:

«إِذَا وَلِيَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ، فَلْيُحْسِنْ كَفَنَهُ»

'Jika salah seorang di antara kalian mengurusi saudaranya, maka baguskanlah kain kafannya."

Sabab Hadits Ke-23:

Diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim dari Jabir dari Nabi saw bahwasanya beliau pernah berkhutbah di suatu hari, lalu beliau menyebut seorang laki-laki dari shahabatnya yang meninggal lalu di kafani dengan kain kafan yang tidak cukup dan dikuburkan di malam hari. Lalu Nabi mencela menguburkan orang di malam hari hingga ia dishalatkan terlebih dahulu, kecuali jika orang-orang terpaksa melakukan hal itu, dan Rasulullah saw bersabda: "Jika salah seorang di antara kalian mengkafani saudaranya, maka baguskanlah kain kafannya."

Tahqiq ke 23

Hadits Ke-23:

Ø Hadits tersebut diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Abwab al-Janaiz bab: Ma Ja'a Ma Yustahabbu win al-Akfan (Hadits-hadits tentang hal-hal yang Disukai dalam Pengkafanan, (2/232)). Ia berkata mengenai hadits ini: "Hadits ini hasan gharib";

Ø Ibnu Majah dalam kitab: al-Janaiz, bab: Ma Ja'a fi Ma Yustahabbu min al-Kafni (Hadits-hadits tentang Hal-hal yang Disukai dalam Pengkafanan, (1/473)). Juga, hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad 3/372 dari hadits Jabir dengan lafazh: 'Waliya' (mengurusi).

Sababul Wurud Hadits Ke-23:

Ø Hadist tersebut diriwayatkan oleh Ahmad 3/295;

Ø Muslim dalam kitab: al-Janaiz, bab: Tasjiyatu al-Mayyit wa Tahsinu Kafnuh (Membungkus Mayit dan Memperbagus Kafannya, (2/607));

Ø Abu Dawud dalam kitab: al-Janaiz, bab: Fi al-Kafn (Tentang Pengkafanan, (2/176));

Ø An-Nasa'i dalam kitab: al-Janaiz, bab: al-Amru bi Tahsini al-Kafni (Perintah Memperbagus Kain Kafan, (4/28));

Ø Dan al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/369, dan berkata setelahnya: "Hadits ini shahih berdasarkan syarat Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkannya," dan dikomentari oleh adz-Dzahabi.


Hadits Ke-24
Lahd untuk Kita dan Syaq untuk Ahli Kitab

Diriwayatkan oleh Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasa'i, dan Ibnu Majah dari Ibnu Abbas, ia berkata: "Rasulullah saw bersabda:

«اللَّحْدُ لَنَا وَالشَّقُّ لِغَيْرِنَا»

'Lahd (lubang yang ada dalam kuburan yang berada di sisi kiblat, penj.) untuk kita, dan syaq (lubang yang digali ke arah bawah) untuk selain kita.'

Sababul Wurud Hadits Ke-24:

Diriwayatkan oleh Ahmad dari Jarir bin Abdillah ia berkata: "Kami pernah keluar bersama Rasulullah saw- Tatkala kami telah keluar meninggalkan Madinah tiba-tiba seorang penunggang memacu kendaraannya ke arah kami. Rasulullah saw bersabda: 'Nampaknya penunggang itu menginginkan kalian.' Ia (Jarir) berkata: 'Lalu orang itu pun berhenti di hadapan kami dan memberi salam. Kami pun membalas (salamnya). Rasulullah saw bertanya kepadanya: 'Dari manakah engkau?' Ia (penunggang kuda itu) berkata: 'Dari istri, anak, dan keluargaku.' Beliau bertanya (lagi): 'Lalu, hendak kemanakah engkau?' Ia menjawab: 'Hendak menemui Rasulullah saw.' Beliau berkata: 'Engkau telah bertemu dengannya.' Ia berkata: 'Wahai Rasulullah, ajarkan kepadaku tentang apakah iman itu?' Beliau menjawab: 'Engkau bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang berhak diibadahi) melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan, dan berhaji di Baitullah.' Ia berkata: 'Aku sungguh telah mengakuinya.'

Jarir berkata: "Kemudian tangan unta milik orang itu masuk ke dalam jaring tikus yang besar hingga menyebabkan unta itu jatuh dan orang itu pun ikut terjatuh, ia terjatuh di atas kepalanya lalu mati. Rasulullah berkata: 'Bawa orang itu kepadaku'. Ia (Jarir) berkata: 'Lalu Ammar bin Yasir dan Hudzaifah segera mendekatinya lalu mendudukkannya. Keduanya berkata: 'Wahai Rasulullah, orang ini telah diambil (meninggal).' Lalu Rasulullah saw berpaling dari keduanya, kemudian berkata kepada keduanya: Tidakkah kalian memperhatikan tentang sikap berpalingku dari dua orang itu, sesungguhnya aku melihat dua malaikat sedang menyuapkan makanan ke mulut orang itu dari buah surga, dan aku mengetahui bahwa ia mati dalam keadaan lapar.' Kemudian Rasulullah saw bersabda: 'Ini, demi Allah termasuk dari orang yang Allah firmankan (yang artinya): 'Orang-orong yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. al-An'am [6]: 82)

Dia (Jarir) berkata: "Kemudian beliau (Rasulullah saw) bersabda: 'Uruslah saudaramu'. Ia (Jarir) berkata (lagi): "Lalu kami membawakannya air, lalu memandikannya, merawatnya, mengkafaninya, dan membawanya ke kubur." Lalu Rasulullah saw pun datang hingga beliau duduk di tepi kubur. Ia (Jarir) berkata): "Beliau bersabda: 'Jadikan lahd untuk kuburnya dan jangan di syaq, karena lahd untuk kita, dan syaq untuk selain kita.'"

Tahqiq ke 24

Hadits Ke-24:

Ø Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Dawud dalam kitab: al-Janaiz, bab: Fi al-Lahd (Tentang Lahad, (2/190));

Ø At-Tirmidzi dalam kitab: al-Janaiz, bab: Ma Ja'a fi Qauli an-Nabiy 'al-Lahdu lana wa asy-Syaqqu li Ghairina (Tentang Sabda Nabi saw: 'Lahad untuk kita dan syaq untuk selain kita,' (2/254)). Abu Isa berkata: "Hadits Ibnu Abbas hadits gharib dari bentuk ini;"

Ø An-Nasa'i dalam kitab: al-Janaiz, bab: al-Lahd wa asy-Syaq (Lahd dan Syaq, (4/66));

Ø Ibnu Majah dalam kitab: al-Janaiz, bab: Ma Ja'a fi Istihbab al-Lahd (Hadits-hadits tentang Anjuran Lahd, (1/496));

Ø Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh Ahmad 4/463 dari hadits Jarir bin Abdillah, dengan lafazh: 'Syaq adalah untuk ahli kitab,' sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad dalam ath-Thabaqat 3/2/72;

Ø Al-Baihaqi dalam as-Sunan 3/408, semuanya dari hadits Abdul A'la bin 'Amir ats-Tsa'labi, dan ia adalah lemah, namun ia menjadi kuat lantaran adanya beberapa penguat sebagaimana yang telah disebutkan oleh at-Tirmidzi. Di antaranya hadits Ahmad 4/357, 359, 362 dan Ibnu Majah 1555 dari Zadzan, dan ia ada di sisi Ibnu Syahin dari hadits Jabir dengan sanad yang juga lemah.

Sababul Wurud Hadits Ke-24:

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Ahmad 4/359. Imam al-Baghawi berkata: "Dinamakan dengan al-lahd, karena pada satu sisi kubur di lubangi dengan cara menyondong. Jika dilubangi dengan cara yang lurus maka disebut dengan dharih."

Diriwayatkan oleh Muslim di dalam Shahihnya dari Sa'ad bin Abi Waqqas bahwasanya ia berkata di masa sakitnya yang menghantarkan pada kematiannya: "Buatkanlah lahad untukku dan letakkan batu bata di atasnya, sebagaimana yang diperbuat kepada Rasulullah saw." Lihat kitab: al-Janaiz, bab: al-Lahd wa Nashbu al-Labin 'ala al-Mayyit (Lahd dan Menancapkan Batu Bata di Atas Kubur Mayit). Ia berkata: "Mereka berbeda pendapat dalam hal apakah diperbolehkan meletakkan sesuatu di bawah mayit di dalam kuburnya? Sebagian ahli ilmu memakruhkannya, sedang sebagian yang lainnya tidak memakruhkannya, lantaran hal itu terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, an-Nasai, Ibnu Hibban, dari Ibnu Abbas, bahwasanya ia berkata: 'Diletakkan di dalam kubur Rasulullah saw, kain beludru berwarna merah.'"

Sedangkan mereka yang memakruhkan beralasan bahwa juga terdapat atsar dari Ibnu Abbas, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Ishaq dalam al-Maghazi; al-Hakim dalam al-Iklil; dan al-Baihaqi dalam as-Sunan 3/408: "Bahwasanya ia tidak menyukai meletakkan kain di bawah mayit di dalam kubur." Mereka berkata: "Atsar ini menunjukkan bahwa mereka para shahabat tidak meletakkan kain di dalam kubur sebagai alas untuknya." Diriwayatkan dari Ikrimah dari Ibnu Abbas ia berkata: "Ketika Rasulullah saw, diletakkan di dalam kuburnya, Syuqran mengambil kain yang pernah dipakai oleh Rasulullah saw, sekaligus yang pernah beliau jadikan sebagai alas, lalu menguburkannya bersama beliau di dalam kubur dan berkata: 'Demi Allah tidak ada seorang pun yang boleh memakainya setelahmu."'

Syuqran ini adalah mantan budak Rasulullah saw dan nama aslinya adalah Shalih. Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: "Ulama berkata: 'Hal itu dilakukan oleh Syuqran berdasarkan pendapatnya semata dan tidak ada seorang pun dari shahabat yang menyepakatinya dan tidak ada seorang pun yang mengamalkannya.' Sedang makna juraz adalah jenis tikus jantan yang besar. Lihat an-Nihayah 1/155.

Hadits Ke-25
Hukum Duduk, Bertelakan, dan Buang Air di atas Kubur

Diriwayatkan oleh Ahmad dari Umar bin Hazm bahwasanya ia mendengar Rasulullah saw bersabda:

«لَا تَقْعُدُوا عَلَى الْقُبُورِ»

'Janganlah kalian duduk di atas kubur."

Sababul Wurud Hadits Ke-25:

Diriwayatkan oleh Ahmad dari Umar bin Hazm, ia berkata: "Rasulullah saw melihatku, dan aku ketika itu sedang bertelekan di atas kubur. Lalu Rasulullah saw bersabda: 'Jangan sakiti pemilik kubur itu.'

Tahqiq ke 25

Hadits Ke-25:

Ø Hadits tersebut dengan jalur ini bukanlah lafazh milik Ahmad, namun milik an-Nasa'i kitab: al-Janaiz, bab: at-Tasydid fi al-Julus 'ala al-Qabr (Larangan Keras Duduk di Atas Kubur, (4/78)). Adapun hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam bab ini tidak lain adalah hadits dari Abu Hurairah, Jabir, dan Abu Marsyad al-Ghanawi, lihat Ahmad 2/311, 389, 444, 528;

Ø Dan diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab: al-Janaiz, bab: an-Nahyu 'an Tajshish al-Qabr wa al-Bina' 'Alaih wa al-Qu'ud Fauqahu (Larangan Mengukir Kubur, Membangun dan Duduk di atasnya, (2/632));

Ø Abu Dawud dalam kitab: al-Janaiz, bab: Fi Karahiyah al-Qu'ud 'ala al-Qabr (Makruhnya Duduk di atas Kubur, (2/194));

Ø An-Nasa'i dalam kitab: al-Janaiz, bab: at-Tasydid fi al-Julus 'ala al-Qabr (Larangan Keras Duduk diatas Kubur, (4/78));

Ø Ibnu Majah dalam kitab: al-Janaiz, bab: Ma Ja'a fi an-Nahyi 'an al-Masyyi ala al-Qabr (Hadits-hadits tentang Larangan Berjalan di atas Kubur, (1/499)) dari hadits Abu Hurairah, dan Ahmad 3/295;

Ø Muslim dalam kitab: al-Janaiz, dalam bab yang telah disebutkan terdahulu 2/632;

Ø Abu Dawud dan ath-Thahawi dalam Ma'ani al-Atsar 1/516, semuanya dari hadits Abu Martsad al-Ghanawi. Dan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari hadits Uqbah bin Amir, semuanya dengan satu makna.

Sababul Wurud Hadits Ke-25:

Aku tidak mendapati satu pun riwayat bagi Ahmad melalui jalur ini, dan di antara hal yang menguatkan bahwa jalur tersebut benar-benar tidak terdapat di Musnad Ahmad adalah apa yang terdapat dalam kitab al-Mughni 2/507 -yang pengarangnya bermadzhab Hanbali- dimana ia berkata: "Dan dimakruhkan duduk di atas kubur, bertelekan di atasnya, bersandar kepadanya, berjalan di atasnya, dan buang air di antara kubur-kubur, lantaran hadits terdahulu dari hadits Jabir... diceritakan kepada Ahmad bahwasanya Malik menakwilkan hadits Nabi saw: 'Bahwasanya beliau melarang duduk di atas kubur,' maksudnya duduk untuk buang air. Ia berkomentar: "Penakwilan ini tidak benar dan beliau tidak takjub dengan pendapat Malik itu. Andaikata di sana terdapat hadits yang serupa dengan hadits ini niscaya pemilik kitab al-Mughni akan menukilnya untuk menolak pendapat Malik yang terdapat di dalam al-Muwaththa' dalam kitab: al-Janaiz, bab: al-Wuquf li al-Janaiz wa al-julus 'ala al-Maqabir (Berdiri karena Ada Jenazah dan Duduk di atas Kubur). Bahwasanya telah sampai berita kepadanya bahwa 'Ali Bin Abi Thalib pernah menjadikan kubur sebagai alas dan berbaring di atasnya."

Hadits tersebut dinisbatkan kepada Imam Ahmad dalam Sababul Wurud diriwayatkan oleh ath-Thahawi dalam Ma'ani al-Atsar 1/515, dengan tambahan 'Turunlah dari kubur, jangan menyakiti pemilik kubur, dan ia tidak menyakitimu.' Kakek Ibnu Taimiyyah dalam al-Muntaqa' 2/104, al-Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Fath 3/178 keduanya menyandarkan hadits ini terdapat di musnad. Al-Hafizh berkata: "Sanadnya shahih."

Aku berkata: "Dan sanad-sanadnya dalam ath-Thahawi padanya terdapat rawi yang bernama Ibnu Lahi'ah, begitu juga yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al-Kabir, dari hadits Ammarah bin Hazm dan ia adalah saudara Amr, al-Haitsami dalam al-Majma' menganggap hadits ini cacat lantaran Ibnu Lahi'ah tersebut 3/61.

Ath-Thahawi berkata: "Sebagian (ulama) berpegang pada atsar ini Ialu mereka pun mengikuti hukum di dalamnya, dengan atsar tersebut mereka memakruhkan duduk di atas kubur. Sedang lainnya menyelisihi hal itu, mereka berkata: 'Nabi melarang hal itu bukan karena makruhnya duduk di atas kubur, tetapi maksud dari pelarangan itu adalah duduk dengan tujuan buang air atau kencing.' Ia (ath-Thahawi) berkata: "Pemaknaan kata seperti ini boleh dalam bahasa, seperti pada ungkapan 'Si Fulan duduk untuk buang air besar, dan si Fulan duduk untuk buang air kecil.'" Ia melanjutkan: "Mereka yang membolehkan ini berhujjah dengan atsar yang diriwayatkan oleh Abu Umamah dari Zaid bin Tsabit, ia berkata: 'Kemarilah, wahai anak saudaraku, akan kukabarkan kepadamu, Nabi saw melarang duduk di atas kubur itu tidak lain lantaran bermaksud untuk buang hadats, baik besar atau kecil.'" 1/517.

Ia berkata: "Zaid dalam hadits ini menjelaskan makna duduk yang terlarang di dalam hadits, dan diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Nabi saw bersabda: 'Barangsiapa yang duduk di atas kubur lalu buang air besar di atasnya, atau sekedar kencing maka seakan-akan ia duduk di atas bara api.' Dan dalam satu riwayat: 'Di atas bara api dari neraka.' Al-Hafizh dalam al-Fath berkata: "Sanadnya shahih 3/177." Ia berkata: "Maka tetaplah dengan hal itu bahwa duduk yang terlarang di dalam hadits adalah duduk dengan cara seperti ini, adapun duduk selain dari itu maka tidak termasuk dalam larangan hadits tersebut."

Ia berkata: "Ini adalah pendapat Abu Hanifah dan Abu Yusuf -semoga Allah merahmati mereka- dan hal itu juga diriwayatkan dari pendapat Ali, Ibnu Umar semoga -Allah merahmati mereka semua- 1/517.

Adapun duduk di bibir kubur hingga selesainya penguburan maka hal itu tidaklah mengapa. Lantaran diriwayatkan oleh al-Bukhari di dalam Shahihnya dari Anas ia berkata: "Kami pernah menghadiri jenazah putri Rasulullah saw dan Rasulullah saw duduk di atas kubur." Lihat kitab: al-Janaiz, bab: Yu'adzdzabu al-Mayyit bi Buka'i Ba'dhi Ahlihi 'Alaihi (Mayit Disiksa Lantaran Tangisan Sebagian Keluarganya Atasnya, (3/126)). Nafi berkata seperti yang diriwayatkan oleh al-Bukhari secara ta'liq: "Adalah Ibnu Umar pernah duduk di atas kubur," kitab: al-Janaiz, bab: al-Jaridah ala al- Qabr (Pelepah Kurma di Atas Kubur, (3/178)).

Malik berkata: "Larangan duduk diatas kubur tidak lain adalah seperti apa yang kami pandang, untuk beberapa mazhab. Dan menurut mazhab ini yang dimaksud dengan larangan tersebut adalah tempat yang digunakan untuk buang air padanya." Lisanul Arab 1/279. Aku berkata: "Dan di antara hal yang menguatkan hal itu adalah hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dalam kitab: al-Janaiz, bab: Ma Ja'a fi an-Nahyi 'an al-Masyyi 'ala ai-Qubur wa al-Julus 'Alaiha (Hadits tentang Larangan Berjalan dan Duduk diatasnya, (1/499)) dari hadits Uqbah bin Amir ia berkata: 'Rasulullah saw bersabda: 'Aku berjalan di atas bara api atau pedang atau aku menjahit sandalku pada kakiku adalah lebih aku sukai dari pada berjalan di atas kubur seorang muslim, dan aku tidak peduli apakah di tengah kubur aku buang air ataukah di tengah pasar.'"


Hadits Ke-26
Adzab Kubur

Diriwayatkan oleh Muslim dari Anas, ia berkata: "Rasulullah saw bersabda:

«لَوْلَا أَنْ لَا تَدَافَنُوا لَدَعَوْتُ اللهَ أَنْ يُسْمِعَكُمْ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ»

'Seandainya kalian tidak saling menguburkan, niscaya aku akan berdoa kepada Allah agar memperdengarkan adzab kubur kepada kalian.’

Sababul Wurud Hadits Ke-26:

Ø Diriwayatkan oleh Ahmad dari Anas, ia berkata: "Rasulullah saw pernah masuk ke dalam salah sebuah kebun dari kebun-kebun di Madinah milik Bani Najjar. Lalu beliau mendengar suara dari dalam kubur dan bertanya kapan orang ini dikubur? Mereka menjawab: 'Wahai Rasulullah, orang ini dikubur semenjak masa Jahiliyah.' Maka beliau merasa takjub dengan hal itu dan berkata: 'Andai kalian tidak saling menguburkan, niscaya aku akan berdoa kepada Allah agar memperdengarkan kepada kalian adzab kubur.'"

Ø Diriwayatkan oleh Ahmad dari Jabir bin Abdullah ia berkata: "Pada suatu hari Rasulullah saw masuk ke dalam kebun milik orang-orang Bani Najjar, lalu beliau mendengar suara-suara milik orang-orang Bani Najjar yang telah mati di masa jahiliyyah, mereka tengah diadzab di dalam kubur-kubur mereka, maka Rasulullah saw pun keluar dengan keadaan cemas, lalu beliau memerintahkan para shahabatnya untuk berlindung dari adzab kubur."

Tahqiq ke 26

Hadits Ke-26:

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab: al-Jannah wa Shifatu Na'imiha wa Ahliha, bab: 'Uridha Maq'adu al-Mayyit min al-Jannah au an-Nar 'alaihi wa Itsbatu 'Adzab al-Qabr wa at-Ta'awwudz minhu (Ditampakkannya Tempat Duduk Mayit dari Surga atau Neraka, dan Penetapan Adanya Adzab Kubur dan Berlindung Darinya, (5/721)). Dan juga diriwayatkan oleh Ahmad 3/176, 273.

Sababul Wurud Hadits Ke-26:

Hadits yang pertama: lafazh milik Ahmad 3/103. Muslim dengan lafazh yang saling berdekatan dan hadits yang ada padanya adalah sisa pada hadits bab di atas. Dan diriwayatkan oleh Ahmad 3/111, 114, 153, 175, 201 dan 284. An-Nasa'i dalam kitab: al-Janaiz bab: Adzab al-Qabr (Adzab Kubur, (4/83)) darinya dengan lafazh-lafazh yang saling berdekatan. Dan diriwayatkan oleh Ahmad dari hadits Zaid bin Tsabit 5/190. Sedang hadits yang kedua: lafazhnya milik Ahmad 3/295.


Hadist Ke-27
Hadits-hadits tentang Larangan Mencela Orang Mati

Diriwayatkan oleh Ahmad dari al-Mughirah bin Syu'bah ia berkata: "Rasulullah saw, bersabda:

«لَا تَسُبُّوا الأَمْوَاتَ فَتُؤْذُوا الأَحْيَاءَ»

'Janganlah kalian mencela orang-orang yang telah mati, maka kalian akan menyakiti orang-orang yang hidup.'"

Sababul Wurud Hadits Ke-27:

Ø Diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad, Ahmad, al-Hakim, dan ia menshahihkannya, dari Ibnu Abbas bahwasanya ada seorang laki-laki menyebut-nyebut Abul Abbas lalu mencelanya -dan dalam satu lafazh- orang itu berkata kepadanya: "Aku melihat Abdul Muththalib bin Hasyim dan al-Ghaithalah dukun Bani Sahm, keduanya dikumpulkan oleh Allah di dalam neraka.' Lalu Abbas pun menampar wajah orang itu. Maka mereka berkumpul dan berkata: 'Demi Allah kita akan menampar Abbas sebagaimana ia telah menamparnya.' Lalu hal itu terdengar oleh Rasulullah saw, maka beliau pun berkhutbah, dan berkata: 'Siapakah orang yang paling mulia di sisi Allah?' Mereka menjawab: 'Engkau, (wahai Rasulullah).' Beliau berkata: 'Sesungguhnya Abbas adalah bagian dariku dan aku adalah bagian darinya. Janganlah kalian mencela orang yang telah mati di antara kita, karena kalian akan menyakiti yang hidup lantaran itu.'"

Ø Dan diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad, al-Hakim, dan ia menshahihkannya, dari Ummu Salamah ia berkata: "Ikrimah bin Abu Jahal mengadukan kepada Rasulullah saw bahwa jika ia berjalan di Madinah, orang-orang akan berkata kepadanya: 'Ini adalah anak dari musuh Allah.' Lalu Rasulullah saw berdiri dan berkhutbah, lalu berkata: 'Manusia itu ber-induk-induk, yang terbaik di antara mereka pada zaman jahiliyyah adalah yang paling baik pula di dalam Islam jika mereka memahami (syariat Islam). Janganlah kalian menyakiti seorang muslim dengan perantaraan orang kafir.'"

Dan satu lafazh Ibnu Sa'ad. Ia berkata: "Apa urusan kaum-kaum itu, mereka menyakiti orang-orang hidup dengan mencela orang-orang yang telah mati, ketahuilah janganlah kalian menyakiti yang hidup dengan mencela orang-orang yang telah mati.'"

Ø Dan diriwayatkan oleh Ibnu 'Asakir di dalam Tarikhnya dari Nabth ibn Syuraith, ia berkata: "Nabi saw, pernah melewati kubur Abu Uhaihah. Lalu Abu Bakar berkata: 'Ini adalah kubur Abu Uhaihah si fasik itu.' Mendengar itu Khalid bin Sa'ad berkata: 'Demi Allah, tidaklah menyenangkan kami bahwa ia berada di kedudukan yang tertinggi padahal ia serupa dengan Abi Quhafah.' Lalu Nabi saw bersabda: 'Janganlah kalian mencela orang mati maka akan membuat orang hidup jadi murka."'

Ø Dan diriwayatkan oleh al-Kharaithi di dalam al-Musawii al-Akhlaq dari Muhammad ibn Ali bahwasanya Nabi saw melarang mencela orang-orang musyrik yang terbunuh pada Perang Badar, dan berkata: "Sesungguhnya mereka tidak akan terlepas dari apa yang kalian katakan, lalu kalian menyakiti yang hidup lantaran celaan itu, ketahuilah sesungguhnya mencela itu adalah perbuatan tercela.'"

Tahqiq ke 27

Hadits Ke-27:

Hadits tersebut lafazh milik at-Tirmidzi dalam Abwab al-Birri wa ash-Shilah, bab: Ma Ja'afi asy-Syatmi (Hadits tentang Celaan, (2/238)) dan ia mendiamkannya, Ahmad 4/252, dengan lafazh-lafazh yang beragam.

Sababul Wurud Hadits Ke-27:

Hadits yang pertama: lafazhnya milik Ibnu Sa'ad dalam ath-Thabaqat 4/15, dan rijalnya adalah rijal-rijal yang hasan. Al-Hakim dalam al-Mustadrak 3/329, dan ia berkata: "Hadits ini hadits shahih isnad namun keduanya tidak meriwayatkannya," dan disepakati oleh adz-Dzahabi. Ahmad 1/300 dengan lafazh-lafazh beragam.

Sababul Wurud yang kedua:

Diriwayatkan oleh Ibn Sa'ad dalam ath-Thabaqat 4/16, dan rijalnya adalah rijal-rijal yang shahih. Al-Hakim dalam al-Mustadrak 3/243, dan ia berkata setelahnya: "Shahih Isnad namun keduanya tidak meriwayatkannya," lalu di komentari oleh adz-Dzahabi bahwa pada sanadnya terdapat dua orang yang lemah. Dan hadits tersebut diriwayatkan oleh an-Nasa'i dalam kitab: al-Qasamah, bab: al-Qud min al-Lathmah (Menuntut Balas dari Tamparan), dengan lafazh-lafazh yang beragam. Sedang satu bagian yang padanya terdapat hadits Ibnu Asakir belum aku temukan.

Al-bazza'u berasal dari kata al-mubadzat yaitu al-mufahisyat (perbuatan-perbutan keji atau jelek). Lihat an-Nihayah 1/68.

Begitu juga kitab al-Khara’ithi ini belum kami temukan.

Hadits Ke-28
Pahala bagi Orang yang diambil Kedua Matanya oleh Allah

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Anas bin Malik, ia berkata: "Aku mendengar Rasulullah saw bersabda:

إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِي بِحَبِيبَتَيْهِ فَصَبَرَ، عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الجَنَّةَ " يُرِيدُ: عَيْنَيْهِ

'Sesungguhnya Allah berfirman; 'Jika Aku mencobai hamba-Ku dengan dua kekasihnya, lalu ia bersabar maka Aku akan menggantikan keduanya itu dengan surga (yang beliau maksudkan adalah kedua matanya).'"

Sababul Wurud Hadits Ke-28:

Ø Diriwayatkan oleh Ibnu Sa'ad dan al-Baihaqi di dalam asy-Syu'ab dari jalan Abu Dhilal dari Anas bahwasanya Jibril mendatangi Rasulullah saw dan di sisi beliau ketika itu ada Ibnu Ummi Maktum. Lalu ia bertanya, "Sejak kapan engkau kehilangan (penglihatanmu)?" Ia menjawab: "Semenjak aku kanak-kanak." Rasulullah pun berkata: "Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta'ala berfirman: 'Jika Allah mengambil salah satu anggota tubuh hamba yang mulia maka tidak ada balasan baginya melainkan surga."

Ø Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari jalan Hilal bin Suwaid bahwasanya ia pernah mendengar Anas berkata: "Ibnu Ummi Maktum pernah melewati kami dan mengucapkan salam, lalu Rasulullah saw, bersabda: 'Maukah aku ceritakan kepada kalian seperti apa yang diceritakan Jibril kepadaku, sesungguhnya Allah berfirman: Adalah hak bagi siapa yang Aku ambil dua anggota tubuhnya yang mulia, maka tidak ada balasan baginya melainkan surga.'"

Ø Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dari Anas, ia berkata: "Rasulullah saw, bersabda: 'Jibril menceritakan kepadaku dari Rabb semesta alam bahwa-sanya Dia berfirman: 'Balasan bagi orang yang Aku hilangkan dua anggota tubuhnya yang mulia, -yaitu kedua matanya- adalah kekal di rumah-Ku, dan memandang wajah-Ku.'"

Tahqiq ke 28

Hadits Ke-28:

Ø Hadits tersebut diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam kitab: ath-Thibbu bab: Fadhlu Man Dzahaba Basharuhu (Keutamaan Orang yang Kehilangan Penglihatannya (Buta), (7/151)). Ibnu Hajar berkata: "Tidak jelas siapa yang menafsirkan keduanya -yaitu perkataannya: yang dia maksudkan adalah kedua matanya-," 10/116, Fathul Bari;

Ø Hadits tersebut juga diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dalam Abwab oz-Zuhd, bab: Ma Ja'a fi Dzihabi al-Bashar (Hadits-hadits tentang Kehilangan Penglihatan, (4/28)), ia berkata: "Hadits ini hasan gharib;"

Ø Ahmad 3/144 darinya;

Ø Ad-Darimi dalam kitab: ar-Raqaiq, bab: Fi Man Dzahaba Basharuhu fa Shabara (Tentang Orang yang Kehilangan Penglihatan Lalu Bersabar), dari hadits Abu Hurairah 2/231.

Sababul Wurud Hadits Ke-28:

Hadits tersebut adalah bagian dari hadits Ibnu Sa'ad 4/151 dan hadits ini adalah hadits lemah, padanya ada rawi yang bernama Abu Dhilal, dia adalah Ibnu Abi Malik. Lihat Taqrib at-Tahzib oleh Ibnu Hajar 2/325. Karimataihi adalah dua anggota tubuhnya yang mulia baginya, Segala sesuatu yang mulia di sisimu maka itu disebut dengan karimuka dan karimatuka. Lihat an-Nihayah 4/17. Ibnu Hajar berkata: "Yang dimaksud dengan dua kekasih yaitu dua yang dicintai. Karena keduanya (dua mata) anggota tubuh manusia yang paling dicintai, lantaran dengan kehilangan keduanya maka ia terhalang melihat apa yang ia hendak lihat." Fathul Bari 10/116.

0 Response to "Bab Jenazah - Hadits ke: 21-28"

Posting Komentar