Pertama: Apabila salah satu dari matannya mengandung perintah sementara yang kedua mengandung larangan. Maka matan yang mengandung larangan adalah lebih dikuatkan jika dibandingkan dengan perintah, hal itu berdasarkan tiga sebab:
- Karena permintaan untuk meninggalkan sesuatu yang disebutkan di sana dengan sangat ditegaskan.
- Bahwa kemungkinan-kemungkinan yang tersirat dari sebuah larangan -dapat dipahami sebagai tahrim atau makruh dan bukan yang lainnya-adalah lebih sedikit daripada kemungkinan-kemungkinan dari sebuah perintah, karena mengandung dua kemungkinan antara wajib, sunnah dan mubah menurut sebagian pendapat.
- Bahwa sebagian besa rlarangan adalah untuk menolak kerusakan, sementara perintah cenderung untuk mendapatkan suatu kemashlahatan. Sedangkan perhatian orang-orang yang berakal untuk mencegah suatu kerusakan adalah lebih besar jika dibandingkan dengan perhatian mereka untuk mendapatkan kemashlahatan.
Kedua: Apabila salah satu dari keduanya merupakan perintah sementara yang lain merupakan ibahah. Maka riwayat yang mengandung ibahah lebih dikuatkan, karena madlul hal yang dimubahkan adalah satu, sementara pada perintah adalah lebih dari satu. Juga karena tujuan dari sesuatu yang ada dari dilakukannya perbuatan mubah merupakan takwil dari perintah jika digeser dari segi konteks zhahirnya kepada konteksnya yang lebih jauh. Sementara mengerjakan perintah meniscayakan ditinggalkannya (ta'thil) mubah secara keseluruhan. Padahal ta'wil adalah lebih baik daripada ta'thil. Selain itu mubah bisa jadi meniscayakan dilakukannya dua hal. Atas dasar persamaannya dengan pemberi perintah dan pembenarannya, serta dilakukannya karena perintah yang tergantung pada tarjih, juga perkerjaan yang dapat diselesaikan dengan kedua-duanya adalah lebih utama daripada hal yang tidak dapat dilakukan kecuali hanya dengan satu perkiraan saja.
Ketiga: Apabila salah satu dari keduanya berupa perintah, sementara yang lain adalah sebatas khabar, maka riwayat yang mengandung khabar dianggap lebih utama. Karena madlul khabar menjadi satu, berbeda halnya dengan perintah. Maka riwayat yang mengandung khabar adalah lebih utama karena ia dianggap lebih jauh dari kemungkinan-kemungkinan, serta karena khabar lebih kuat dari segi dalalah. Oleh sebab itu, ia tidak dapat dinaskh (dihapus) menurut sebagian pendapat, berbeda halnya dengan amr (perintah).
Keempat: Apabila salah satu dari kedua riwayat berupa nahyu (larangan) sementara yang lain adalah mubah. Maka yang mengandung mubah adalah lebih diutamakan sebagaimana halnya pada amr (perintah). [26]
Kelima: Apabila salah satu dari riwayat tersebut merupakan nahyu (larangan), sementara yang lain berupa khabar, maka riwayat yang berupa khabar lebih diutamakan sebagaimana yang sudah diketahui pada amr.
___________________
26. Ini merupakan pendapat asy-Syafi'iyah. Sementara al-Hanabilah dan al-Ahnaf berbeda dengan pendapat tersebut.
Imam Ahmad berkata: "Apabila amr dari Rasulullah saw berbeda, dan tidak diketahui mana nasikh dan mansukhnya, maka kita mengambil jalan keluar dari hal tersebut pada perkara yang lebih menenangkan, yang lebih banyak mengandung petunjuk dan yang lebih kuat." Dia mengatakan dalam at-Tamhid: "Seperti ini pula pendapat al-Kurakhi dan ar-Razi." Sementara orang yang menelitinya juga mengatakan bahwa ini adalah pendapat orang-orang Hanafiyah (al-Ahnaf) (3/214).
Dalil mereka dalam hal itu adalah: bahwa dengan mengamalkan hal-hal yang diperingatkan (yaitu dengan meninggalkannya) adalah lebih berhati-hati; karena apabila ternyata suatu perbuatan adalah dilarang, maka seorang mukalaf telah menjauhinya, dan apabila ternyata perbuatan tersebut mubah, maka meninggalkannya adalah tidak berbahaya baginya. Berbeda dengan apabila hal yang mahzhur dikerjakan, maka dia telah melakukan hal yang diharamkan.
0 Response to "Tarjih yang Dikembalikan Pada Matan "
Posting Komentar